Selasa, 28 Februari 2012

Pentas Teater Amoeba di Bandung Lanjutan FTJ 2012




Sebagai hadiah pemenang juara pertama atau terbaik dalam Festival Teater Jakarta (FTJ) 2011, Teater Amoeba berhak atas pentas ulang dan tempatnya, terserah maunya Teater Amoeba. Untuk kali kedua, Teater Amoeba memilih gedung Sunan Ambu, Bandung pada pentas kali ini. Pentas dalam lakon Tikus dan Manusia karya John Steinbeck dan terjemahan Pramoedya Anantoe akan, terjadi pada Rabu (29/2) malam, pukul 20.00.

Lakon yang disadur sekaligus disutradarai oleh Join Bayu Winanda ini, berkisah tentang George dan Lenny adalah dua orang sahabat sejak masih kanak-kanak, mereka terpaksa meninggalkan rumah karena terhimpit oleh kemiskinan. Untuk bertahan hidup mereka harus mencari kerja dari satu pabrik ke pabrik yang lain. Lenny yang berperawakan besar mirip raksasa ini memliki keterbelakangan mental dan kebiasaan aneh sejak kecil mengelus-elus binatang selain itu Lenny juga senang akan dongeng. Tingkahnya yang aneh sering membuat George jengkel. Tapi Lenny tetap saja tidak mengerti perasaan itu.

Bekerjalah George dan Lenny di sebuah pabrik dengan harapan bisa menumpulkan uang untuk membeli pondok. Pondok yang selalu George dongengkan untuk Lenny. Rupanya dongeng itu mejadi cita-cita bagi Lenny.

Lusiana, istri Curley si anak Boss, sering menggoda para pekerja, sedangkan Curley sendiri begitu sombong ia selalu mengajak berkelahi dengan para pekerja, keadaan ini membuat George cemas akan Lenny. Hingga suatu hari ketika pabrik sedang libur dan semua pekerja sedang berada di tempat pelacuran, datanglah sumber bencana yang tidak diharapkan George itu, Lenny tanpa sengaja mencekik lehir Lusianan dengan syalnya hingga tewas……Lenny dengan keadaan payah melarikan diri dan hanya George yang tahu kemana Lenny pergi. Berhasilkah cita-cita Lenny untuk memiliki pondok diatas bukit dengan kincir angin itu?
Menurut Join, kisah Mice and Man adalah masa-masa sulit di zaman Agraris Amerika selatan dimana orang-orang terpaksa bekerja menjadi buruh pertanian di hamparan luas ladang gandum (ranch) dengan upah sangat minim. Kekuasaan para pemilik tanah yang kejam dan semena-mena kepada para buruh ini membuat keadaan semakin serba sulit untuk bertahan hidup. Mereka mendapat gaji hanya untuk menutupi hutang-hutang para tengkulak dan renternir. Bahakan ada juga yg menyerahkan anak gadisnya sebagai pelunasan hutang-hutang untuk dijadikan istri atau selir-selir para renternir dan pemilik tanah. Dalam keadaan masa sulit perekonomian itu dua orang buruh imigran dari utara George Milton dan Lenny Small justru memiliki sebuah cita-cita, ia menjual tenaganya kesana-kemari pada boss-boss pemilik tanah dengan harapan gaji mereka dapat membeli sebuah pondok di atas perbukitan dengan ladang sawah dan kandang binatang peliharaan. Sungguh sebuah cita-cita dalam paradoks untuk mewujudkannya.

Dalam seni pertunjukan yang digagas ini, menurut Join, pihaknya merubah situasi zaman Agraris itu ke zaman Industri untuk kebutuhan kontekstual dan artistik terhadap kenyataan di masa kini dimana para buruh pabrikan hanyalah angka-angka yang bisa membuat perusahaan lebih berkembang dan maju dengan tanpa mempertimbangkan kesejahteraan hak-hak para buruh. Latar setting yang dimunculkan sebagai pendekatan adalah sebuah gudang pabrikan yang jorok, bau dan tidak terawat tempat para buruh pabrikan itu beristirahat. Metode yang dilakukan untuk penandaan perubahan sebuah sett dari babak ke babak adalah dengan cara menggeser dan menjadikannya dua fungsi yang berlainan termasuk di dalamnya adalah alunan lagu-lagu bernuansa Blues sebagai ilustrasinya. Tokoh-tokoh dengan aneka ragam karakter coba dimunculkan sesuai dengan pendekatan-pendekatan kekuatan teks yang dibunyikan aktor-aktor, ditafsir dan di dekatkan situasi dan keadaannya, tetapi yang lebih penting untuk kami garis bawahi adalah mengangkat kisah yang sederhana dengan alur yang Flat ini menjadi sebuah pencerahan dan kesadaran bagi penonton/public agar cita-cita menjadi penting yang harus diwujudkan dimasa serba sulit ini, meski orang-orang sudah hampir tidak pernah mengucap kata ”cita-cita”
Pada catatan buku KALEIDOSKOP SENI 2011 keluaran Dewan kesenian Jakarta, Afrizal Malna mencatat pentas ini sebagai sebuah bentuk peradaban manusia “Jiwa Yang Telah Menolak Peradaban Manusia” jiwa yang mengharukan, jiwa yang murni dan cacat yang akhirnya harus terusir dari peradaban yang keras. Peradaban yang tidak lagi memiliki ruang tersisa bagi jiwa yang murni itu. (tim)
Teater Amoeba
Judul : “TIKUS DAN MANUSIA”
Karya : John Steinbeck
Terjemahan : Pramoedya Ananta Toer
Penyadur/Sutradara : Joind Bayuwinanda
Produksi : Teater Amoeba

PEMAIN

Haikal Sanad sbg Goerge Milton
Joind Bayuwinanda - Lenny Small
Wahid Aza - Boss
Lutfi Legowo - Slim
Juned Al Hassan - Curley
Maulana El Asraf - Whit
Arijona - Candy
Simon Rudi Lalong - Crooks
Agung setiawan - Carlson
Endah citro Rini - Istri Curley (Lousiana) dll

0 komentar:

Posting Komentar