Senin, 18 Juni 2012

EDWIN VAN DER SAR BERTEMU PEMENANG RED MATCH KARTU DANAMON MANCHESTER UNITED

  PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. (“Danamon”) sebagai satu-satunya pemegang lisensi penerbitan Kartu Manchester United di Indonesia hari ini mengumumkan pemenang Red Match periode pertama di tahun 2012, yaitu 8 Nasabah Kartu Debit dan 5 Nasabah Kartu Kredit, yang akan menyaksikan secara langsung klub kesayangannya, Manchester United, berlaga di Stadion Old Trafford Inggris. Pengumuman pemenang dihadiri oleh Kiper Legendaris Manchester United, Edwin van der Sar, yang pada kesempatan yang sama berjumpa dengan pemegang Kartu Debit & Kartu Kredit Manchester United. Kehadiran Edwin van der Sar dan program Red Match ini merupakan wujud komitmen Danamon dalam mendekatkan para fans ke klub kesayangannya dan memberikan pengalaman yang tidak dapat dinilai dengan uang untuk para nasabah. “Danamon dengan bangga menyambut kehadiran Edwin van der Sar, legenda Manchester United, dalam pengumuman pemenang Red Match Kartu Danamon Manchester United, sebagai kelanjutan rangkaian acara Kartu Danamon Manchester United. Rangkaian acara ini merupakan realisasi dari komitmen kami untuk selalu memberikan produk dan pelayanan terbaik bagi nasabah, terutama yang juga merupakan fans Manchester United.” papar Henry Ho , Presiden Direktur Danamon di Jakarta. Program Red Match Kartu Danamon Manchester United ini memberikan kesempatan kepada 48 (empat puluh delapan) nasabah Kartu Debit dan Kartu Kredit Danamon Manchester United setiap tahunnya untuk dapat menyaksikan langsung pertandingan Manchester United di Stadion Old Trafford Inggris dan mengikuti rangkaian kegiatan seperti berlatih sepakbola langsung dengan para pelatih klub, bertemu dengan pemain, melihat langsung ruang ganti pemain serta tur stadium dan museum Manchester United. “Hari ini merupakan pengumuman pertama dari empat periode Red Match Kartu Danamon Manchester United di tahun 2012. Sebanyak 8 nasabah Kartu Debit dan 5 Nasabah Kartu Kredit Danamon Manchester United akan diberangkatkan pada periode ini. Penarikan undian ini dilakukan pada tanggal 13 Juni 2012 kemarin dan telah disaksikan dan disahkan oleh notaris.” kata Michellina Triwardhany , Consumer Banking Director Danamon. Satu poin kesempatan akan didapatkan nasabah Kartu Danamon Manchester United untuk setiap transaksi pembelanjaan dengan kelipatan Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) bagi nasabah Kartu Kredit dan Debit. Khusus bagi Nasabah Kartu Debit akan mendapatkan tambahan poin untuk setiap saldo rata-rata bulanan di tabungan sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Selain Red Match, terdapat fitur Red Rewards dan Red Hot Deals di dalam Kartu Danamon Manchester United. Dengan Red Rewards, nasabah dapat mengumpulkan poin melalui transaksi Kartu Debit & Kredit yang dapat ditukarkan dengan tiket penerbangan gratis (melalui program mileage) dan merchandise asli Manchester United. Sedangkan Red Hot Deals memberikan berbagai penawaran menarik dan istimewa di kafe, gerai olahraga, fashion, arena futsal dan outlet-outlet pilihan lainnya. (hery s)

Diskus Sastra: Sungai-Sungai Muara-Muara Pesisir-Pesisir

Penciptaan karya sastra merupakan hasil kreativitas pengarang menyampaikan renungan atas sesuatu yang berada di luar dirinya. Hasil proses kreativitas tersebut menjadi sesuatu (tulisan) yang dapat dibaca oleh masyarakat. Dengan demikian, karya sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. Fitri Merawati, Catatan Karya sastra juga mempunyai struktur yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan zamannya. Umar Kayam berpendapat bahwa kesenian (sastra termasuk di dalamnya) dapatlah dipandang sebagai satu cara manusia untuk menata kembali kehidupan lewat berbagai imaji dengan cara yang dirasakan paling mesra. Sastra sebagai bagian dari kesenian mempunyai beragam fungsi. Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah dulce et utileatau sweet and useful (Rene Wellek dan Austin Warren), sebagai alat untuk mencapai ”pemahaman yang imajinatif” mengenai alam kehidupan sosial dan politik sehingga sastra akan bersifat atau berfungsi kritis, etis, terapis, dan konseptualis (Roger D Spegele), dan sastra dapat pula dipandang sebagaimode of communication, mode of comprehension, dan mode of creation(Kuntowijoyo). Pemikiran-pemikiran di atas pada hakikatnya menyiratkan bahwa salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kesanggupan rokhaniah untuk menghayati segala segi kehidupan dan tatanilai yang berlaku di masyarakat adalah pengembangan kemampuan melaksanakan apresiasi sastra. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah peduli akan hal tersebut. Karena itu, acara rutin bulanan berupa diskusi sastra digelar dan dimaksudkan sebagai salah satu cara dalam mengembangkan apresiasi satra tersebut. Kegiatan berlangsung setiap bulan sekali, yakni pada hari Rabu minggu kedua. Pada bulan ini diskusi akan dilaksanakan pada hari Rabu, 13 Juni 2012 pukul 19.00 bertempat di Kampus II Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Jalan Pramuka no. 42. Diskusi tersebut akan menyajikan pembahasan terhadap puisi-puisi hasil karya tiga penyair muda di Yogyakarta, yakni Iqbal H. Saputra, Fitri Merawati, dan Latief S Nugraha. Diskusi tersebut sekaligus dalam rangka launchingbuku kumpulan puisi mereka yang berjudul sungaisungai-muaramuara-pesisirpesisir. Dalam kesempatan kali ini Prof. Dr. Suminto A. Sayuti selaku pembicara akan membedah dan mengupas tuntas puisi-puisi ketiga penyair tersebut. Selain itu akan ada pembacaan puisi oleh Teater JAB. (djgc)

Jumat, 15 Juni 2012

Kecemburuan Masyarakat Teater pada Media Massa Besar

Sejumlah media massa di Jakarta senada menolak pandangan masyarakat teater bahwa porsi pemberitaan pertunjukkan seni teater kurang mendapat porsi atau kurang mereka perhatikan. Apalagi media besar macam Kompas dan grup Tempo memiliki kantong seni yang dinilai dapat menipiskan peluang grup-grup teater di luar komunitas media massa besar, seperti Kompas dengan basis kantong seninya, Bentara Budaya Jakarta (BBJ) dan grup Tempo dengan gedung keseniannya TUK dan belakangan pindah lokasi dan nama seiring levelnya yang profesional dan proporsional bernama Salihara. Redaktur pelaksana bidang Seni Budaya harian umum Jurnal Nasional (Jurnas) Arie MP Tamba mengatakan, harus diakui terjadinya pergeseran cara pandang masyarakat teater. Tidak saja di lingkungan masyarakat teater itu sendiri, tapi juga penonton dan pemerhatinya. Kalau tahun 1970-an, ada Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ- TIM) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, dan atau Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) di kawasan Pasar Baroe, Jakarta Pusat, lantas media massa mudah sekali mencari narasumbernya di situ. Tapi pada 1990-an, kegiatan kesenian tidak lagi di TIM, karena mulai hidup kantong-kantong seni. Salah satu upayanya dimulai dari komunitas lingkungan masing-masing. Kalau kegiatan di TIM mendapat sponsor dari pemerintah daerah lewat APBD, komunitas alternative tetap mencari sponsor juga. Cuma polanya beda. Yaitu patungan dari anggota komunitas ditambah dari perusahaan swasta lain. Maka hidupnya kegiatan teater dari dana sendiri. ”Upaya mereka menghidupkan kegiatan menjadikan besar seperti TIM, yaitu BBJ dan TUK yang berubah nama jadi Salihara. Malah saya dengar, BBJ itu buka cabang di sejumlah daerah. Risikonya untuk pemberitaan adalah harus mau tidak lagi memprioritaskan lingkungan sendiri. Seperti aktifitas TIM yang jadi kurang perhatian dari pemberitaan. Ini tidak ada hubungannya dengan kualifikasi, tapi untuk coba perhatian. Sedangkan kualitas bisa dilihat dari kritikly dan grupnya,” ulas Arie MP Tamba, Redaktul Pelaksana Jurnal Nasional di kantornya, kawasan Cut Meutia, Jakarta Pusat, baru-baru ini. Jadi, lanjut Arie, itu kriteria media sekaligus risiko dari komunitas-komunitas desentring pemecah pusat yang bisa saja salah nilai terhadap pentas satu teater. Sebaliknya grup teater bisa memperbaiki diri. ”Kalau Jurnas akan bersikap adil saja. Artinya, mau di BBJ, Salihara, TIM, GKJ, kami coba mengapresiasi untuk mengcover. Memang tak lepas pertimbangannya ada hubungan pertemanan, disukai pembaca yang akibatnya membatasi pembaca lain. Maka itu, semua kantong seni mendapat prioritas bagi Jurnas. Kecuali kalau ada pertunjukkan dalam waktu bersamaan, pertimbangannya yang tadi, pertemanan dan dibatasi oleh pembaca,” papar Arie yang juga sastrawan. Tapi kalau kedua pertunjukkan sama kuat, lanjut dia, maka Jurnas akan menurunkan berita kedua-duanya. Bedanya pada pilihan angel. Misalnya, satu pentas teater Garasi, satu lagi pemenang Festival Teater Jakarta (FTJ), maka pada Garasi diambil angel pernyutradaraan, tapi pada teater jebolan FTJ pada aktor dan aktrisnya, atau pada angle lain yang kuat diberitakan. Yang penting jangan sampai diangkat dari kantong seninya. ”Misalnya, Salihara sedang adakan program Forum Teater Adaptasi selama Juni 2012 ini, kami pilih pertunjukkannya saja. Bukan forumnya itu. Harus diakui, 70 persen pilihan media menerbitkan adalah kepentingan kelompok,” kilahnya. Kalau mengambil contoh pemberitaan FTJ, kata dia, sebenarnya banyak hal mempengaruhinya. Bayangkan dari sisi media, harus bersaing dengan banyak peristiwan. Begitu pula dari sisi pementasannya, banyak persaingan grup yang waktu bersamaan pementasan juga, sementara halaman koran terbatas. ”Memang ada dua sisi mata uang. Mungkin media ingin memberitakan FTJ sebagai proses yang sesungguhnya, tapi di masyarakat teater ingin diberitakan yang sesungguhnya pertunjukan mereka. Jurnas selalu peduli itu, tapi memang sekarang halaman mengalami pengurangan. Sehingga sekarang tidak lagi menerbitkan tulisan teater sebagai ilmu, tapi berupa resensi saja,” tukasnya. Ini senada dengan wartawan Kompas Putu Fajar Arcana. Kalau di media asing, kolom untuk pentas kesenian sangat diapresiasi bahkan mendapat rubrik khusus, seperti New York Time. Tapi media umum berbasis publik di Indonesia, sekarang ini tidak ada lagi rubrik khusus setiap hari. Kalau pun ada setiap minggu. Kecuali hanya Kompas, Tempo, dan Suara Merdeka. Kalau media publik berbasis umum akhirnya berpijak pada dua kaki. Pertama, untuk publik dan kedua untuk perkembangan kebudayaan. Namun dalam praktiknya, kadang satu pihak harus dikorbankan. ”Karena itu, barangkali diperlukan media atau jurnal teater, seperti Dramakala yang berbasis jurnal. Titik pijak sebagai media umum, kebijakan beritanya bersifat apresiasi. Apresiasinya seperti apa? Peristiwa-peristiwa kebudayaan setiap hari terjadi dan berserakan sampai ke daerah-daerah. Saat bersamaan ada peristiwa kebudayaan berupa pentas teater. Maka perhitungan yang diambil adalah keterbacaan koran. Artinya, karena gaungnya yang besar dari pentas teater itu, maka tetap diberitakan dengan porsi beritanya terpaksa lebih kecil,” timpal Putu Fajar Arcana melalui ponselnya, Sabtu (9/6). Terkait FTJ yang punya basis massa cukup kuat dan rutin diselenggarakan setiap tahun, diakui Putu sebagai peristiwa perayaan orang-orang urban di Jakarta dalam menuangkan ekspresinya, tapi menurut Putu, kelemahannya tidak mau menyentuh media. Misalnya, pergi melakukan kunjungan kerja ke media-media. Sehingga para editor dan redaktur media mengenal betul dan mendetail tentang FTJ. “Menyentuh Koran ini yang harus digarap oleh panitia FTJ. Lakukan roadshow sejumlah media besar itu. Sehingga info FTJ diketahui. Karena sebenarnya perhatian orang media pun kecil terhadap FTJ. Peristiwa yang dicover media bukan pada posisi tawar menawar, tapi mendorong untuk merebut media massa. Jadi lebih moderat kalau masyarakat teater itu menyentuh Kompas atau Tempo,” kilahnya. Menyinggung soal komunitas BBJ, Putu mengaku itu bukan CSR—nya Kompas. Karena BBJ merupakan unit tersendiri. Jadi, pinta dia, jangan menyalahkan BBJ yang mementaskan teater lantas ditulis Kompas. ”Jangan lupa, belum tentu pementasan diBBJ akan ditulis Kompas. Sebab ada pertimbangan-pertimbangan redaksi di internal media. Jadi masyarakat teater jangan cengeng dengan mengklaim setiap kantong seni punya komunitas sendiri dan itu menjadi layak diberitakan. Maka itu, saya sarankan masyarakat teater harus menyentuh media besar itu dengan cara berkunjunglah,” pungkasnya. Sementara Rizal Nasti, Pemimpin Umum Bulletin Sombox mengatakan, masyarakat teater jangan gelisah soal tidak diberitakannya pertunjukkan teater di media besar. Karena media besar itu punya kepentingan selling point alias jualan korannya dan mempertimbangkan iklan. Kalau pertunjukkan teater mau disadari punya kekuatan sebagai alat propaganda,sebenarnya media besar dan kecil tidak perlu ada pertimbangan. Kecuali pertimbangan untuk kepentingan komunitasnya. "Kita tahu, sekarang ada komunitas kantong seni yang menjadi basis kelompok teater tersendiri. Namun sebagai teater yang diluar basis itu, kita perlu mempertahankan kualitas dan eksistensi. Persoalan berat bagi teater-teater yang tidak dikenal media,tapi punya basis masyarakat yang besara adalah eksistensi. Kalau mau besar berbuatlah untuk menjadi besar sehingga menyentuh media besar itu," pungkasnya. (hery s)

Telkomsel Gelar Diskon di Jakarta Fair 2012

Untuk ketujuh kalinya, Telkomsel kembali berpartisipasi dalam Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau biasa dikenal dengan Jakarta Fair (14 Juni-15 Juli 2012). Dalam PRJ yang ke-45 ini, Telkomsel membuka 12 booth sekaligus, yakni Main Booth seluas 200m2, 1 Medium Booth Hall D, 5 minibooth, serta 5 booth mobile yang tersebar melayani pelanggan sepanjang penyelenggaraan pameran terbesar di Indonesia ini. Head of Marketing Jabotabek Jabar Division Abdullah Fahmi mengatakan, “Keikutsertaan Perusahaan kita dalam festival Jakarta Fair 2012 merupakan salah satu wujud komitmen Telkomsel dalam melayani pelanggan dengan hadir lebih dekat dan mudah bagi pelanggan, sekaligus memberikan informasi layanan, harga khusus, hadiah, dan games menarik.” Dalam kesempatan tersebut Telkomsel juga meluncurkan Kartu Perdana Edisi PRJ dengan harga Rp 5 ribu dapat Pulsa Rp 10 rb. Selain itu setiap pelanggan isi ulang pulsa minimal Rp.50 rb otomatis mendapat bonus 20%,contoh isi pulsa 50 ribu akan mendapat 60 rb. “Masih dalam suasana HUT Telkomsel ke - 17, kali ini di PRJ kami menawarkan promo khusus Shocking Sales tiap weekend yakni HP atau Modem seharga hanya Rp 17 ribu,” tambah Fahmi. Berbagai produk dan layanan Telkomsel dipamerkan di sini dengan harga maupun promosi khusus, seperti ragam paket HP murah Qwerty (TiPhone, CSL) dan Modem (ZTE, Speed Up, Hilink) seharga Rp 199.000, Tablet Android 7” mulai dari Rp.1,899 juta. Tidak ketinggalan device dan gadget canggih dari Samsung, Motorolla, Sony, LG, dan Nokia yang bisa di cicil 0% hingga 6 bulan, serta bonus internet data simPATI beli paket Rp 50 rb dapat @250 MB utk 3 bulan. Setiap transaksi minimal Rp.500 rb pelanggan juga berkesempatan memenangkan doorprize Honda Scoopy, Sepeda, dan HP yang diundi setiap minggu. Selain itu juga berhak atas hadiah langsung yang menarik. Booth Telkomsel dapat ditemui dengan mudah di beberapa lokasi strategis, yakni Main Booth yang berlokasi di dekat panggung utama PRJ, Medium Booth yang terletak di Hall D. Sementara 5 mini booth dan mobile booth masing-masing berlokasi di Hall A, B, C, E, dan Gambir Expo. “Kehadiran kami disini juga merupakan bentuk partisipasi Telkomsel dalam perayaan HUT Jakarta ke-485, dimana Telkomsel akan mendatangkan artis-artis ternama yang akan menghibur pengunjung PRJ yang datang diantaranya Tip-Ex, Souljah, Triad, Wali, Zigas, Five Minute,” pungkas Fahmi. (hery s)
Pameran Kuliner Koperasi dan UKM Target Rp 100 Juta per Hari

Pameran Kuliner Koperasi dan UKM Target Rp 100 Juta per Hari

Lembaga Layanan Pemasaran (LLP) Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM menargetkan nilai transaksi dari pameran kuliner Warisan Enak 2012 senilai Rp 500 juta selama empat hari, atau mulai kemarin hingga Sabtu (16/6) besok. Nilai ini naik sekitar 20 persen dari hasil pencapaian transaksi pada pameran tahun 2011, atau 350 juta. Direktur Utama LLP Kemenkop dan UKM, Yuana Sutyowati mengatakan, sebenarnya pameran yang diselenggarakannya bukan untuk mengejar target transaksi. Tapi lebih memberdayakan produk-produk UKM atau bahkan PKL (Pedagang Kaki Lima). Karena dari sisi harga relative murah. Jadi ajang pameran ini diharapkannya bisa menjadi promosi tersendiri. Apalagi seperti produk jamu gendong dan sejenisnya. “Selama empat hari pameran ini, kami menargetkan sekitar Rp 500 juta. Atau rata-rata per hari mencapai sekitar Rp 100 juta. Yang penting bukan hasil transaksi pameran, tapi upaya kami memberi apresiasi. Karena dari sisi harga relative. Makanya, jangan dilihat dari volume usaha, tapi lebih pada take over. Apalagi jumlah pesertanya juga tidak banyak sekitar 50 stand,” ungkap Yuana Sutyowati di sela-sela mendampingi Deputi Bidang Produksi Kemenkop dan UKM, Braman Setyo yang ditunjuk mewakili Menteri Koperasi dan UKM untuk membuka pameran itu di gedung SME Tower, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu (13/6) kemarin. Diakuinya, pameran yang sudah berlangsung empat kali ini, terus mengalami peningkatan. Setidaknya peningkatan itu berkisar 15-20 persen. Peningkatan ini terjadi karena Yuana selalu melakukan upaya penunjang untuk menarik perhatian masyarakat dating. “Tahun ini kami mengemas lebih bernilai promosi agar pengunjung lebih banyak datang. Ini didasarkan pada pengalaman tahun sebelumnya yang ternyata ampuh. Seperti menampilkan penyanyi legendaris Koes Ploes, ada panggung hiburan nonstop selama pameran, atraksi kesenian yang langsung ditampilkan oleh para tukang jamu gendong, dan ada juga penampilan permainan angklung yang dimainkan oleh para ekspatriat,” paparnya. Deputi bidang Produksi Kemenkop dan UKM, Braman Setyo mengatakan, pameran kuliner dengan teman warisan enak 2012 ini merupakan amanat dari Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan. Yaitu tiada hari tanpa pameran bagi LLP Kemenkop dan UKM. Sehingga gedung SME Tower bias dirasakan menjadi milik para pelaku UKM dan koperasi. “Tujuan dari pembangunan gedung SME Tower adalah menggerakan koperasi dan pelaku UKM. Jadi LLP Kemenkop dan UKM yang m emilih kuliner, terutama untuk kawasan Jabodetabek memang pilihan baik. Karena itu, perlu dukungan terus menerus. Apalagi keberhasilan LLP Kemenkop dan UKM menggandeng sejumlah asosiasi, seperti kelompok jamu gendung, Dewan Rempah Indonesia, dan lainnya,” puji Braman Setyo. Di bagian lain Braman Setyo berjanji akan menggelar pameran khusus rempah-rempah Indonesia. Ini dijanjikannya untuk merespon dari pengenalan buku hasil riset tiga tahun terhadap rempah-rempah Indonesia yang dilakukan Adi Sasono. Adi Sasono yang mantan Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden BJ Habibie ini berhasil membukukan 200an dari 11 ribu nama rempah di Indonesia. “Saya terkejut dari sambutan Pak Adi (Sasono, red) yang m enyebutkan ada ribuan nama atau jenis rempah-rempah Indonesia. Ini memang tugas Negara untuk menggali danmenjaganya. Karena itu, saya akan menggandeng Dewan Rempah Indonesia untuk merumuskan pameran rempah-rempah Indonesia yang kita kenal. Karena selama ini kita malah jadi pengimpor rempah-rempah, terutama dari Amerika. Ini disayangkan. Karena rempah-rempah kita jadi tergerus,” pungkasnya. (hery s)

Kekuatan Pentas ”Nabi Kembar” pada Komedi Slapstik

Apakah pertunjukan teater yang membuat penontonnya tertawa terbahak-bahak itu otomatis produksinya bagus? Sudah pasti. Tidak pakai tergantung. Analisanya, bentuk komedi ada tiga kelompok, komedi situasi, slapstik, dan lawak. Tidak ada yang salah dari ketiganya atau saling melemahkan. Walau kalau yang bersifat slapstik cenderung dinilai lebih murahan. Karena yang slapstik bisa ada di dalam komedi situasi apalagi di lawak. Slapstik artinya, kekonyolan. Seperti orang yang jatuh dari kulit pisang di lantai atau jalanan. Karena pertunjukkan teater itu bersifat statis, tidak seperti film atau sinetron yang dinamis. Sehingga diperlukan keterampilan sutradara maupun penulis naskah untuk bisa membuat tertawa penonton. Tujuannya supaya penonton punya waktu untuk menyegarkan otak dan perasaannya atas keseriusan pertunjukkan. Karena itu, sutradara atau penulis naskah komedi relatif lebih sulit dibanding memproduksi yang nonkomedi. Komedia situasi seperti film-film karya Nyak Abba Acub (Inem Pelayan Seksi) atau film karya Chairul Umam, Kejarlah Daku Kau Kutangkap, dan paling fenomena film Nagabonar karya Asrul Sani. Pada pertunjukan teater yang paling gress adalah teater Amoeba dari Jakarta Barat yang mementaskan naskah bertajuk Nabi Kembar, karya Slowomir Mrozek terjemahan Jum’an dan disutradarai Join Bayu Winanda. Naskah dengan grup ini dipilih komunitas Salihara, tak lepas tentunya dari keberhasilan mereka mencetak predikat juara I pada Festival Teater Jakarta (FTJ), 2010. Namun sukses ini pula yang sekaligus membuat pertunjukkan di Salihara, pada Jumat-Sabtu (8-9/6), lalu, tidak mantap lagi seperti penampilan mereka di final FTJ. Ini bisa dimaklumi. Karena persiapan mereka akibat mengikuti FTJ 2011. Artinya, Teater Amoeba kembali menyiapkan selama satu tahun naskah Tikus dan Manusia karya John Steinbeck untuk tampil di FTJ 2011 dan terbukti, grup ini kembali merebut gelar juara umum di FTJ tahunan yang sudah berusia 30-an tahun. Lain hal kalau Salihara, meminta Teater Amoeba mementaskan kembali naskah Tikus dan Manusia. Sehingga malah lebih kental. Sedangkan pada naskah Nabi Kembar, Teater Amoeba mau tidak mau dipaksa membangkitkan memori dan menyesuaikan kondisi gedung yang sedikit banyak mengalami perubahan. Semua inilah yang terlihat membuat pementasan Teater Amoeba tidak menggigit. Walaupun tidak perlu membandingkan dengan pementasan terdahulu di ajang festival, tapi secara peristiwa pun dapat terasakan jika pementasan itu kehilangan sisi humorisnya. Ironisnya lagi, slapstick-slapstik, terutama lontaran beberapa dialog yang ingin dicapai untuk menciptakan bahan penonton tertawa tidak berhasil. Terkait pentas komedi situasi dapat dipinjam pementasan dari Teater Stasiun di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), pada 24 Mei 2012. Pementasan bertajuk Repertoar Sabun Colek karya dan disutradarai sendiri Ediyan Munaedi layak disejajarkan dengan film-film Nyak Abbas Acub tadi. Setidaknya penciptakan situasi komedinya yang bisa dibayangkan dalam film Nagabonar. Atau dalam pertunjukan teater lain pada naskah Mentang-Mentang dari New York karya Norca ANM Massardi. Siapapun sutradara dan grup maupun di mana naskah-naskah macam ini dipentaskan, sutradara tidak terlalu sulit untuk menciptakan rasa komedinya. Justru sutradara tinggal mengentalkan atau mengeksplorasai adegan untuk mendapatkan hasil-hasil kelucuannya. Kembali pada pentas Nabi Kembar, memang tidak disalahkan bentuk-bentuk slapstick yang diciptakan sutradara karena bertujuan mendapatkan kelucuan. Apalagi sekarang menggejala bentuk-bentuk pementasan yang sisi kelucuan dominant atau setidaknya berhasil mengimbangi persentase keseriusan yang telah membuat otak memeras maksud dan tujuan semiotiknya. Karena memang suatu kesulitan besar bagi grup maupun sutradara untuk membuat penonton sabar duduk menonton pertunjukan serius dengan durasi di atas satu jam. Tapi kosenkwensinya, keberhasilan itu akan menyempurkan level perrtunjukkannya. Nabi Kembar mengisahkan cerita seorang wali yang menghadapi masalah berat. Di Istananya muncul sepasang Nabi Kembar, sama rupa dan sama pintarnya yang mengkhotbahkan jalan keselamatan. Untuk mengatasi kesulitan ini, wali memanggil tiga profesor dan memintanya untuk memastikan Nabi mana yang benar-benar asli dan layak dipercaya. Sementara rakyat sudah berkumpul di depan istana, menunggu kepastian. Akan tetapi, tiga profesor itu tidak bisa memutuskan. Akhirnya profesor mengambil jalannya sendiri menyuruh Juru Sita untuk membunuh salah satu Nabi. Setelah membunuh Nabi, Juru Sita malah ketagihan dan membunuh satu Nabi lainnya. Keadaan jadi kacau dan Wali mesti mempertanggungjawabkan keadaan ini kepada rakyat yang terus menunggu. Akhirnya rakyat murka dan menerobos istana. Anarki terjadi dan korbannya adalah para profesor danWali. Hanya Juru Sita yang selamat. Lewat Nabi Kembar, Teater Amoeba mencoba menafsir kembali kekacauan politik di Polandia saat diduduki Rusia yang dibayang-bayangi oleh sosok Ratu Adil. Kekerasan politik berbanding lurus dengan tipu muslihat penguasa dan pembunuhan mereka yang dianggap menghalangi sang penguasa. Jika Mrozek menghadirkan publik yang marah dengan simbol suara-suara dari luar istana, Teater Amoeba menghadirkannya di atas pentas sebagai kelompok demonstrans di gedung istana dengan gerakdan bunyi-bunyian sebagai simbol kemarahan. Dengan slide pendudukan gedung DPR/MPR Senayan oleh mahasiswa, pada 1998, panggung dipenuhi oleh para demonstran yang membuat riuh dengan cara memukuli kerangka scaffolding. Selain itu, ada juga tentara, tokh yang bertugas mengabarkan kejadian di luar istana,termasuk penembakan sempat orang demonstran dan perusakan pagar istana yang harganya miliaran rupiah itu. Eksplorasi bunyi-bunyian komedi bernuansa blues dihadirkan sebagai penguat ide artistik secara keseluruha. Termasuk dalam menampilkan adegan pembunuhan yang semula keji menjadi penuh humor dan parodi. Dengan gaya seperti ini, Teater Amoeba mencoba menempuh siasat untuk menampilkkan teater politik tidak semata-mata sebagai teater yang penuh jargon dan khotbah, dengan tokoh-tokoh besar, tapi menghadirkan sisi sisi lain yang tak kalah menariknya, tokoh kecilnya di saping ironi tentang siapa yang selamat dan binasa dalam sebuah pengadilan rakyat. Teater Amoeba berdiri sejak 26 Nopember 1996 atas inisiatif Tarmidi Komeng dan menjadi bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Mercu Buana, Jakarta Barat.Lakon yang pernah dipentaskan Sssst, dan Topeng karya-karya Ikranegara, Ken Arok karya Saini KM, Wot, Malam Jahanam, Romeo and Julliet, Machbet, Grafito, dll. (hery s)
Workshop Membaca Tradisi DKJ di 5 Wilayah DKI

Workshop Membaca Tradisi DKJ di 5 Wilayah DKI

Lanjutan program Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bertajuk Workshop Teater Membaca Tradisi yang berlangsung di lingkungan Jakarta Barat bekerjasama dengan Ikatan Drama Jakarta Barat (Indraja), pada 6-9 Juni 2012, lebih bersifat kuliah umum. Padahal instruktur workshop, Afrizal Malna selalu terus mendorong agar workshop itu betul-betul berlangsung selayak workshop dan Afrizal ingin memposisikan diri sebagai pendamping sekaligus penengah. Kenyataan ini terbukti dari dorongan Afrizal kepada ratusan peserta agar berkomentar apa pun secara bergiliran. Semua peserta mengakui, mereka telah mendapatkan ilmu pengetahuan baru. Yaitu tentang tradisi yang bukan melihatnya ke belakang. Artinya, tradisi bukan latar belakang kebudayaa suatu masyarakat atau komunitas. Meskipun dalam pemberian materi workshopnya, Afrizal memutar video tentang kesenian tradisi seperti tradisi Hudoq Dayak, Kalimantan Selatan. Boleh jadi, sikap Afrizal itu yang membuatnya enggan menjawab semua pertanyaan peserta terkait rencana produksi teaternya dalam rangka mengikuti Festival Teater Jakarta (FTJ) 2012. Misalnya, ketika Afrizal ditanya soal video Performance Art Firman Djamil, Afrizal yang kebetulan ikut terlibat dalam video itu bisa dijadikan contoh langsung untuk pertunjukan teater, pria berkepala plontos itu tetap ogah menanggapi. Pokoknya, Afrizal merasa cukup memberi referensi dan ilmu tentang membaca tradisi yang implementasinya diserahkan pada sutradara sebagai peserta workshop itu. Upaya Afrizal menularkan pengetahuan yang menyerupai suatu pergerakan itu, terlihat misalnya, ketika Afrizal meminta tiga orang peserta untuk melakukan reaksi atas benda kursi dengan kue ulang tahun di atasnya berdasarkan pertanyaan yang diajukan Afrizal, yaitu; “Apakah itu Apakah?” Ketika peserta ada yang memakannya, kemudian yang lain menghidupkan seluruh properti itu sebagai bentuk upacara hari ulang tahun, ternyata menurut Afrizal semua itu linear. Jadi Afrizal ingin peserta berani melakukan yang bukan linear, terutama dalam menghadapi tradisi. “Upacara hari ulang tahun sudah menjadi tradisi kita, bukan? Karena dilaksanakan orang yangmerayakannya setiap tahun. Ini kan linear. Coba lakukan reaksi yang tidak linear menjadi tradisi yang baru lagi,” pinta Afrizal. Selain itu, Afrizal mengingatkan tentang salah satu adegan pertunjukkan teater Rumah yang Dikuburkan karya Sam Shepard, terjemahan Akhudiat dan disadur oleh Afrizal sendiri. Saat dipentaskan Teater SAE , ada tokohnya yang muncul sambil sikat gigi seperti kehidupan sehari-hari. “Ini menjadi tidak linear karena ditampilkan dalam pertunjukkan teater. Sepengetahuan saya, belum pernah ada atau belum berani orang menampilkan adegan keseharian seperti yang sehari-hari itu. Itu yang membuatnya jadi linear,” pungkas Afrizal yang malam 7 Juni 2012 itu bertepatan dengan HUT –nya yang ke-55.