Jumat, 15 Juni 2012

Workshop Membaca Tradisi DKJ di 5 Wilayah DKI

Lanjutan program Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bertajuk Workshop Teater Membaca Tradisi yang berlangsung di lingkungan Jakarta Barat bekerjasama dengan Ikatan Drama Jakarta Barat (Indraja), pada 6-9 Juni 2012, lebih bersifat kuliah umum. Padahal instruktur workshop, Afrizal Malna selalu terus mendorong agar workshop itu betul-betul berlangsung selayak workshop dan Afrizal ingin memposisikan diri sebagai pendamping sekaligus penengah. Kenyataan ini terbukti dari dorongan Afrizal kepada ratusan peserta agar berkomentar apa pun secara bergiliran. Semua peserta mengakui, mereka telah mendapatkan ilmu pengetahuan baru. Yaitu tentang tradisi yang bukan melihatnya ke belakang. Artinya, tradisi bukan latar belakang kebudayaa suatu masyarakat atau komunitas. Meskipun dalam pemberian materi workshopnya, Afrizal memutar video tentang kesenian tradisi seperti tradisi Hudoq Dayak, Kalimantan Selatan. Boleh jadi, sikap Afrizal itu yang membuatnya enggan menjawab semua pertanyaan peserta terkait rencana produksi teaternya dalam rangka mengikuti Festival Teater Jakarta (FTJ) 2012. Misalnya, ketika Afrizal ditanya soal video Performance Art Firman Djamil, Afrizal yang kebetulan ikut terlibat dalam video itu bisa dijadikan contoh langsung untuk pertunjukan teater, pria berkepala plontos itu tetap ogah menanggapi. Pokoknya, Afrizal merasa cukup memberi referensi dan ilmu tentang membaca tradisi yang implementasinya diserahkan pada sutradara sebagai peserta workshop itu. Upaya Afrizal menularkan pengetahuan yang menyerupai suatu pergerakan itu, terlihat misalnya, ketika Afrizal meminta tiga orang peserta untuk melakukan reaksi atas benda kursi dengan kue ulang tahun di atasnya berdasarkan pertanyaan yang diajukan Afrizal, yaitu; “Apakah itu Apakah?” Ketika peserta ada yang memakannya, kemudian yang lain menghidupkan seluruh properti itu sebagai bentuk upacara hari ulang tahun, ternyata menurut Afrizal semua itu linear. Jadi Afrizal ingin peserta berani melakukan yang bukan linear, terutama dalam menghadapi tradisi. “Upacara hari ulang tahun sudah menjadi tradisi kita, bukan? Karena dilaksanakan orang yangmerayakannya setiap tahun. Ini kan linear. Coba lakukan reaksi yang tidak linear menjadi tradisi yang baru lagi,” pinta Afrizal. Selain itu, Afrizal mengingatkan tentang salah satu adegan pertunjukkan teater Rumah yang Dikuburkan karya Sam Shepard, terjemahan Akhudiat dan disadur oleh Afrizal sendiri. Saat dipentaskan Teater SAE , ada tokohnya yang muncul sambil sikat gigi seperti kehidupan sehari-hari. “Ini menjadi tidak linear karena ditampilkan dalam pertunjukkan teater. Sepengetahuan saya, belum pernah ada atau belum berani orang menampilkan adegan keseharian seperti yang sehari-hari itu. Itu yang membuatnya jadi linear,” pungkas Afrizal yang malam 7 Juni 2012 itu bertepatan dengan HUT –nya yang ke-55.

0 komentar:

Posting Komentar