Jumat, 15 Juni 2012

Kekuatan Pentas ”Nabi Kembar” pada Komedi Slapstik

Apakah pertunjukan teater yang membuat penontonnya tertawa terbahak-bahak itu otomatis produksinya bagus? Sudah pasti. Tidak pakai tergantung. Analisanya, bentuk komedi ada tiga kelompok, komedi situasi, slapstik, dan lawak. Tidak ada yang salah dari ketiganya atau saling melemahkan. Walau kalau yang bersifat slapstik cenderung dinilai lebih murahan. Karena yang slapstik bisa ada di dalam komedi situasi apalagi di lawak. Slapstik artinya, kekonyolan. Seperti orang yang jatuh dari kulit pisang di lantai atau jalanan. Karena pertunjukkan teater itu bersifat statis, tidak seperti film atau sinetron yang dinamis. Sehingga diperlukan keterampilan sutradara maupun penulis naskah untuk bisa membuat tertawa penonton. Tujuannya supaya penonton punya waktu untuk menyegarkan otak dan perasaannya atas keseriusan pertunjukkan. Karena itu, sutradara atau penulis naskah komedi relatif lebih sulit dibanding memproduksi yang nonkomedi. Komedia situasi seperti film-film karya Nyak Abba Acub (Inem Pelayan Seksi) atau film karya Chairul Umam, Kejarlah Daku Kau Kutangkap, dan paling fenomena film Nagabonar karya Asrul Sani. Pada pertunjukan teater yang paling gress adalah teater Amoeba dari Jakarta Barat yang mementaskan naskah bertajuk Nabi Kembar, karya Slowomir Mrozek terjemahan Jum’an dan disutradarai Join Bayu Winanda. Naskah dengan grup ini dipilih komunitas Salihara, tak lepas tentunya dari keberhasilan mereka mencetak predikat juara I pada Festival Teater Jakarta (FTJ), 2010. Namun sukses ini pula yang sekaligus membuat pertunjukkan di Salihara, pada Jumat-Sabtu (8-9/6), lalu, tidak mantap lagi seperti penampilan mereka di final FTJ. Ini bisa dimaklumi. Karena persiapan mereka akibat mengikuti FTJ 2011. Artinya, Teater Amoeba kembali menyiapkan selama satu tahun naskah Tikus dan Manusia karya John Steinbeck untuk tampil di FTJ 2011 dan terbukti, grup ini kembali merebut gelar juara umum di FTJ tahunan yang sudah berusia 30-an tahun. Lain hal kalau Salihara, meminta Teater Amoeba mementaskan kembali naskah Tikus dan Manusia. Sehingga malah lebih kental. Sedangkan pada naskah Nabi Kembar, Teater Amoeba mau tidak mau dipaksa membangkitkan memori dan menyesuaikan kondisi gedung yang sedikit banyak mengalami perubahan. Semua inilah yang terlihat membuat pementasan Teater Amoeba tidak menggigit. Walaupun tidak perlu membandingkan dengan pementasan terdahulu di ajang festival, tapi secara peristiwa pun dapat terasakan jika pementasan itu kehilangan sisi humorisnya. Ironisnya lagi, slapstick-slapstik, terutama lontaran beberapa dialog yang ingin dicapai untuk menciptakan bahan penonton tertawa tidak berhasil. Terkait pentas komedi situasi dapat dipinjam pementasan dari Teater Stasiun di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), pada 24 Mei 2012. Pementasan bertajuk Repertoar Sabun Colek karya dan disutradarai sendiri Ediyan Munaedi layak disejajarkan dengan film-film Nyak Abbas Acub tadi. Setidaknya penciptakan situasi komedinya yang bisa dibayangkan dalam film Nagabonar. Atau dalam pertunjukan teater lain pada naskah Mentang-Mentang dari New York karya Norca ANM Massardi. Siapapun sutradara dan grup maupun di mana naskah-naskah macam ini dipentaskan, sutradara tidak terlalu sulit untuk menciptakan rasa komedinya. Justru sutradara tinggal mengentalkan atau mengeksplorasai adegan untuk mendapatkan hasil-hasil kelucuannya. Kembali pada pentas Nabi Kembar, memang tidak disalahkan bentuk-bentuk slapstick yang diciptakan sutradara karena bertujuan mendapatkan kelucuan. Apalagi sekarang menggejala bentuk-bentuk pementasan yang sisi kelucuan dominant atau setidaknya berhasil mengimbangi persentase keseriusan yang telah membuat otak memeras maksud dan tujuan semiotiknya. Karena memang suatu kesulitan besar bagi grup maupun sutradara untuk membuat penonton sabar duduk menonton pertunjukan serius dengan durasi di atas satu jam. Tapi kosenkwensinya, keberhasilan itu akan menyempurkan level perrtunjukkannya. Nabi Kembar mengisahkan cerita seorang wali yang menghadapi masalah berat. Di Istananya muncul sepasang Nabi Kembar, sama rupa dan sama pintarnya yang mengkhotbahkan jalan keselamatan. Untuk mengatasi kesulitan ini, wali memanggil tiga profesor dan memintanya untuk memastikan Nabi mana yang benar-benar asli dan layak dipercaya. Sementara rakyat sudah berkumpul di depan istana, menunggu kepastian. Akan tetapi, tiga profesor itu tidak bisa memutuskan. Akhirnya profesor mengambil jalannya sendiri menyuruh Juru Sita untuk membunuh salah satu Nabi. Setelah membunuh Nabi, Juru Sita malah ketagihan dan membunuh satu Nabi lainnya. Keadaan jadi kacau dan Wali mesti mempertanggungjawabkan keadaan ini kepada rakyat yang terus menunggu. Akhirnya rakyat murka dan menerobos istana. Anarki terjadi dan korbannya adalah para profesor danWali. Hanya Juru Sita yang selamat. Lewat Nabi Kembar, Teater Amoeba mencoba menafsir kembali kekacauan politik di Polandia saat diduduki Rusia yang dibayang-bayangi oleh sosok Ratu Adil. Kekerasan politik berbanding lurus dengan tipu muslihat penguasa dan pembunuhan mereka yang dianggap menghalangi sang penguasa. Jika Mrozek menghadirkan publik yang marah dengan simbol suara-suara dari luar istana, Teater Amoeba menghadirkannya di atas pentas sebagai kelompok demonstrans di gedung istana dengan gerakdan bunyi-bunyian sebagai simbol kemarahan. Dengan slide pendudukan gedung DPR/MPR Senayan oleh mahasiswa, pada 1998, panggung dipenuhi oleh para demonstran yang membuat riuh dengan cara memukuli kerangka scaffolding. Selain itu, ada juga tentara, tokh yang bertugas mengabarkan kejadian di luar istana,termasuk penembakan sempat orang demonstran dan perusakan pagar istana yang harganya miliaran rupiah itu. Eksplorasi bunyi-bunyian komedi bernuansa blues dihadirkan sebagai penguat ide artistik secara keseluruha. Termasuk dalam menampilkan adegan pembunuhan yang semula keji menjadi penuh humor dan parodi. Dengan gaya seperti ini, Teater Amoeba mencoba menempuh siasat untuk menampilkkan teater politik tidak semata-mata sebagai teater yang penuh jargon dan khotbah, dengan tokoh-tokoh besar, tapi menghadirkan sisi sisi lain yang tak kalah menariknya, tokoh kecilnya di saping ironi tentang siapa yang selamat dan binasa dalam sebuah pengadilan rakyat. Teater Amoeba berdiri sejak 26 Nopember 1996 atas inisiatif Tarmidi Komeng dan menjadi bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Mercu Buana, Jakarta Barat.Lakon yang pernah dipentaskan Sssst, dan Topeng karya-karya Ikranegara, Ken Arok karya Saini KM, Wot, Malam Jahanam, Romeo and Julliet, Machbet, Grafito, dll. (hery s)

0 komentar:

Posting Komentar