Minggu, 04 Maret 2012

Kuliah Umum Tentang Erotika di Salihara




Komunitas Salihara menggelar seri kuliah umum tentang erotika di Serambi Salihara, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, setiap Sabtu sepanjang Maret 2012, pada pukul 16.00 WIB. Pada seri kuliah umum pembuka, Sabtu (3/3), tampil pembicara LG Saraswati Dewi, dosen filsafat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (UI) Depok, dan Sekolah Tinggi Agama Hindu. Saraswati yang cantik membawakan makalah bertajuk Kama dalam Wahyu dan Tafsir. Pada Sabtu (10/3), berikut, tampil pembicara Elizabeth D Inandiak. Penggubah dan penerjemah Serat Centhini ini akan membawakan kuliah berjudul Erotika Nusantara: Serat Centhini. Selanjutnya Sabtu (17/3), seri kuliah bertajuk Erotika dalam Alkitab oleh Septemmy E Lakawa, dosen Sekolah Tinggi Teologi (STT), Jakarta, dan Sabtu (31/3) merupakan seri kuliah terakhir menampilkan pembicara Goenawan Mohamad, seorang esais dan penyair, yang akan membawa makalah Erotika dalam Seni Rupa Modern.
Dalam rangkaian seri kuliah, walau tidak berhubungan langsung, tapi masih masuk dalam satu tema digelar pameran fotografi karya Nico Dharmajungen hasil kurasi Firman Ichsan yang diberi judul Tubuh dan Bentuk di Galeri Salihara, mulai 3-24 Maret 2012. Pameran ini untuk 18 tahun ke atas dan masuk harus melalui prosedur ketat yang diawasi. Karena memang karya-karya foto mengharuskan sedemikian rupa. Tapi ini bukan pameran foto pornografi. Karena itu, seri kuliah umum inilah letak keberhubungannya.
Erotika adalah sebuah persoalan mendasar bagi manusia. Karena keterkaitan dengan hasrat yang dimiliki oleh setiap orang. Maka jejak-jejak erotika akan ditemukan dalam hal ihwal yang bersinggungan dengan kehidupan manusia. Ada jejak erotika dalam agama, seni, budaya, dan filsafat. Namun sayangnya, erotika sering disalahpahami dan dikaitkan dengan pornografi. Dalam seni, erotika termasuk dalam bagian estetika yang membahas nilai dan standar keindahan. Dalam agama, erotika digunakan dalam pemujaan terhadap Tuhan, misalnya dalam Kidung Agung dan Kamasutra.
Erotika terekam dalam kisah cinta seperti Tambang Raras dan Amongraga dalam Serat Centhini, yang merupakan ensiklopedia manusia Jawa di jamannya. Erotika pun menciptakan standar keindahan senirupa, seperti pada lukisan di Bali, mkisalnya dalam karya Lempad, Mokoh, Made Budi, dan Murniasih, demikian pula dalam karya seniman modern seperti Picaso dan Egon Schiele.
Pada seri kuliah umum yang disampaikan Saraswati menyebutkan, dalam Brhadaranyaka Upanisad Yajnavalkya menjelaskan pada istrinya Maitreyi, segala sesuatu yang kita lakukan atas nama gairah dan cinta sesungguhnya dilakukan atas kehendak atman. Ungkapan yang disampaikan oleh filosofi Jajnavalkya menjadi esensial dalam memahami bagaimana filsafat timur,khususnya filsafat India memahami tentang manusia dan relasinya dengan manusia lain dan dunianya. Bahwa hasrat bukan saja fakta tentang keberadaan manusia, tapi hasrat identik dengan atman dan bagaimana jiwa kita selalu mencari keindahan serta kebahagiaan (citta). kita harus membayangkan bahwa tubuh, meski dikatakan berpotensi menjerumuskan manusia ke dalam duka, kita pun harus dapat mengandaikan bahwa tubuh adalah penghubung manusia dengan sang Brahman yang menjadi sumber kebahagiaan. Atas kontemplasi inilah, kata Saraswati, tubuh beserta gairahnya menjadi bagian yang penting dalam pembabakan hidup manusia. itu mengapa dalam Catur Purusartha, Kama atau kesadaran akan hasrat dan cinta menjadi bagian esensial dalam perjalan seseorang untuk mencapai vijnana (kebijaksanaan). (tim)

0 komentar:

Posting Komentar