Selasa, 21 Februari 2012

Geliat Grup Musik Gambang Kromong di Momen Cap Go Meh Makin Laris dan Berjaya Setelah Budaya Tionghoa tak Dipasung

Perayaan cap go meh (perayaan 15 hari setelah tahun baru Imlek) di Indonesia seringkali diramaikan musik gambang kromong. Kedekatan musik gambang kromong dan perhelatan cap go meh tidak bisa dipisahkan dari sejarah bahwa musik itu merupakan bentuk akulturasi budaya yang lekat dengan masyarakat Tionghoa peranakan.

Saat ini di Jakarta, ada sekitar 30 grup musik gambang kromong, baik yang baru maupun yang sudah lama. Salah satu grup musik gambang kromong yang memiliki perjalanan cukup panjang, yaitu grup musik gambang kromong Sinar Purnama pimpinan Liem Tjeng Hay.

Grup musik yang sudah ada sejak era 1960an itu sudah mengalami pasang surut. Maklum, keberadaan gambang kromong tidak bisa dilepaskan dari perkembangan budaya Tionghoa yang sempat terpasung selama puluhan tahun.

’’Dulu (era orba) kami memang sempat kesulitan nanggap (mengadakan pertunjukan). Tapi sekarang sudah semakin baik. Bahkan orderan juga makin banyak,’’ ungkap Ahok Djunaedi, wakil pimpinan grup musik gambang kromong asal Pondok Gede itu saat ditemui usai pertunjukan di Jakarta, belum lama ini.

Pada momen tahun baru Imlek sampai cap go meh ini, dirinya mengaku sudah berkali-kali manggung di berbagai tempat. ’’Kalau biasanya di acara pernikahan saja, sekarang sudah bisa manggung di panggung Balai Sarbini,’’ tuturnya tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya.

Meski sudah pernah tampil di berbagai kelas panggung, mengenai tarif, dirinya mengaku tidak terlalu memberi patokan. Semua, sambungnya, tergantung kebutuhan dan kemampuan orang yang mengorder.

’’Kalau cuma tim kita saja, paling Rp 3-4 juta. Tapi kalau ada yang punya permintaan-permintaan khusus, seperti memanggil pelawak (lenong), harganya bisa lebih tinggi,’’ ulasnya singkat.

Sebagai lelaki Tionghoa yang lahir dan besar di Jakarta, dia juga mengakui bahwa musik gambang kromong merupakan bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan lokal. Hingga saat ini pun, anggota grup musiknya merupakan perpaduan etnis Betawi dan Tionghoa.

’’Lagu-lagu yang kita bawakan juga nggak melulu lagu Betawi. Selain lagu ciptaan Benyamin S, kita juga sering bawain lagu bernuansa Mandarin. Biasanya kalau nanggap di acara orang Tionghoa, kita bawain lagu itu,’’ jelasnya sambil menyebut judul lagu Dayung Sampan sebagai salah satu lagu bernuansa Mandarin dan dikenal masyarakat Tionghoa. (tim redaksi)

0 komentar:

Posting Komentar