Dalam arti sempit, desain terkait erat dengan (benda-benda) konsumsi, dan karenanya, dengan gaya hidup. Produksi barang-barang konsumsi modern memerlukan desain untuk memadukan dua hal yang bertentangan: keseragaman untuk produksi massal dengan identitas keunikan. Di kota, proses produksi dan konsumsi mengalami intensitas tinggi, jumlah barang yang tersedia selalu terjaga dengan tingkat keberagaman yang tinggi pula. Kota kemudian menjadi tempat persaingan yang ramai, hiruk-pikuk dalam hal jumlah maupun keragaman “kepribadian” benda-benda konsumsi—keramaian yang tidak hanya menjajah ruang publik, tapi juga mulai merambah ruang pribadi melalui media dan teknologi informasi.
Kota itu sendiri juga adalah sebuah produk desain yang sangat besar dan menyeluruh. Bagaimana kota, sebagai suatu desain, berhubungan dengan benda-benda konsumsi lain, dalam berhubungan dengan orang-orang yang menempatinya? Bagaimana kota dan ruang-ruangnya dikonsumsi? Dalam keadaan seperti itu, masyarakat cenderung berada dalam dua kubu ekstrem: antara hanyut dan mengidentifikasikan diri dengan benda-benda, menilai dirinya dan membiarkan orang lain menilai dirinya atas dasar hubungannya dengan benda-beda itu; atau menjadi penonton, menghayati dan sepenuhnya menjaga jarak, melihat benda-benda datang dan pergi.
Bagaimana menjalankan kesenian dalam keadaan tersebut? Apakah laku berkesenian harus berperan heroik menyelamatkan tiap orang? Ataukah berperan sebagai badut yang bijak, yang dengan usil mengganggu keadaan di dua titik ekstrem tersebut? Apakah laku berkesenian masih bisa berguna memberikan inspirasi?
Pameran Seni Rupa
Rupa Belanja, Rupa Kota
Kurator: Marco Kusumawijaya
Seniman: Indieguerillas, Irwan Ahmett, Wiyoga Muhardanto
Galeri Salihara | 14-31 Januari 2012
Senin-Sabtu: 11:00-20:00 WIB | Minggu: 11:00-15:00 WIB | Hari libur nasional tutup
Pembukaan: Sabtu, 14 Januari 2012, 19:00 WIB
Terbuka untuk umum
0 komentar:
Posting Komentar