Selama April—Mei 2012 Komunitas Salihara menampilkan “Forum Seniman Perempuan Salihara: Menjunjung Bunda Bumi”, di mana para seniman perempuan dari berbagai disiplin seni akan mengolah tema-tema tentang tubuh perempuan dan aspirasi perempuan.
Sebagaimana kita ketahui, dalam
Dalam “Forum Seniman Perempuan Salihara: Menjunjung Bunda Bumi” akan tampil seniman-seniman perempuan Indonesia terkini dengan karya-karya terbaru mereka. Forum ini adalah mosaik yang padat dari pelbagai tema, bentuk, dan kecenderungan: bahwa gerakan perempuan di lapangan artistik selalu bersifat majemuk dan terus-menerus memperbaharui diri. Dalam arti ini, para seniman perempuan kita, sebagaimana ditunjukkan oleh mereka yang hadir dalam forum ini, selalu mencari sumber-sumber penciptaan baru. Alih-alih bersifat eksklusif—misalnya saja, “memelihara kekhasan dunia perempuan”—mereka selalu melakukan dialog intensif dengan dunia laki-laki, dengan budaya-budaya lain. Di Forum ini juga tampil seniman-seniman perempuan dari mancanegara yang, sebagaimana seniman-seniman perempuan kita termaksud, juga berkreasi secara lintas-budaya.
“Menjunjung Bunda Bumi” adalah tema khusus yang kami lekatkan ke Forum ini untuk menggarisbawahi wawasan lingkungan yang terkandung dalam berbagai kreasi para seniman perempuan itu. Lingkungan termaksud bukan hanya lingkungan alam, tapi juga lingkungan budaya, yang harus dirawat terus-menerus sebagai sumber-sumber terbarukan, untuk melahirkan para pencipta baru di masa depan.
Para seniman perempuan adalah kaum bunda yang dengan tekun, melalui karya mereka, menjunjung dan menghidupi Bunda Bumi, yang telanjur dibuat tidak subur oleh tubuh-tubuh dan aspirasi maskulin selama ini. “Forum Seniman Perempuan Salihara: Menjunjung Bunda Bumi” adalah irisan antara aspirasi keperempuanan di lapangan artistik dan wawasan lingkungan publik.
Eksploitasi terhadap bumi telah menyebabkan kerusakan dan kehancuran lingkungan. Mereka yang merusak berdalih untuk mencari energi dari bumi demi keberlangsungan kehidupan manusia. Pertambangan, pembukaan pemukiman, perkebunan kelapa sawit, dianggap menguntungkan manusia, tapi sebenarnya merusak lingkungan dan mengancam masa depan manusia itu sendiri. Hubungan manusia dengan bumi tidak bersifat linier (lurus dan terputus), dikeruk dan selesai, tapi lebih bersifat siklus (berputar). Apa yang diambil dari bumi akan kembali dampaknya pada manusia. Karena itu, pemanfaatkan bumi tak bisa lepas dari ikhtiar untuk selalu merawatnya. Banyak kearifan lokal yang mencoba merawat bumi tetapi kalah oleh laju deforestasi dari tahun ke tahun. Adakah cara yang ramah dan sehat terhadap bumi, meski kita mengambil energinya tapi tak lantas merusaknya? Apa yang akan kita wariskan kepada anak-cucu kita, ketika kita terus-menerus menguras bumi tanpa bisa merawatnya?
Diskusi ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dari perspektif dua pembicara yang berbeda, meski kita akan menemukan titik persinggungan keduanya. Diskusi akan menampilkan Yani Saloh dan Tri Mumpuni. Yani Saloh adalah aktivis lingkungan sekaligus Asisten Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Perubahan Iklim. Sementara Tri Mumpuni adalah penggiat lingkungan yang berhasil mengusahakan energi alternatif dan menerima Ramon Magsaysay Award 2011.
Diskusi ini akan berlangsung di Serambi Salihara, Rabu, 11 April 2012, pukul 19:00 WIB. Terbuka untuk umum, tempat terbatas. (slr)
0 komentar:
Posting Komentar